Sunrise Pertama di Puncak Pranji



“Sunrise Pertama di Puncak Pranji”

Bagiku, sebuah pengalaman tak bisa di dapat jika kita hanya duduk termenung di rumah. Sebuah pengalaman juga tak bisa dibeli dengan rupiah, dolar, euro dsb. Sebuah pengalaman akan di dapat jika kita berani menjawab tantangan.
 Ya, kali ini mau bercerita tentang pengalaman ke Pranji. Berawal dari tugas shooting bahasa Jawa. Eh kaya artis aja :p. Salah satu kelompok bahasa Jawa kelas XI IPA 6 ada yang ambil gambar di Pranji. Adaptasi dari film 5 cm yang mengambil latar Semeru, sementara versi bahasa Jawa yaitu 5 detik diambil di pegunungan Pranji, Kebumen, Jawa Tengah, Indonesia. Karena Kebumen jauh dari gunung akhirnya dipilihlah pegunungan Pranji. Pulang dari shooting, waktu itu hari Minggu apa ya? Mereka display tuh hasil gambar di LCD kelas. Bikin iri aja.
Keesokan harinya yaitu Senin Jupe (Juang) sang pecinta Alam mencetuskan gagasannya untuk ke Pranji yang disetujui oleh Erwin, Gilang, Tiwi dsb. Aku yang tiba-tiba mendengar rencana itu, langsung mendekat dan ikut berunding. Haha. Akhir dari perundingan diputuskan bahwa kita akan ke Puncak Pranji pada hari Selasa, 20 Mei 2014 dan malam sebelum keberangkatan akan disms checklist sama Juang. Padahal saat itu sinyal 3 sedang menghilang. Pulang sekolah sms Tiwi deh pake hape lain karena sinyal menghilang. Entah mengapa klop banget sama Tiwi terutama kalo masalah pergi-pergi. Kemudian siap-siap deh, nyetrika seragam identitas, bawa jas organisasi, sepatu, minum 1,5 liter, mantol ponco. Kebetulan paginya mau upacara di alun-alun sama ngisi acara perpisahan. Kenapa kita ke Pranji tanggal 20 Mei 2014? Karena hari itu hari perpisahan kelas XII. Jane ya ora nyambung sih -_-
Tidur deh, dengan 3 hape untuk alarm. Pukul 2.30 bangun kemudian mandi dan sms Tiwi, Juang sama Gilang. Gilang gak jadi ikut gara-gara Risil gak boleh sama orang tuanya. Arum juga gak jadi ikut karena perasaannya gak enak, weleh-weleh jangan galau dong mba :p.
Pagi-pagi buta dijemput Tiwi yang ditemani Umam. Wes.. sepeda motor melaju di jalan yang sepi. Sesampainya di sekolah, langsung berangkat. Aku dibonceng tiwi. Aksan dibonceng Erwin. Zuhri dibonceng Rama, Juang dibonceng Umam. Motor melaju di jalan yang jelek, karena Tiwi tidak memakai kacamata dan tidak bisa melihat lubang jalan. Alhasil bola-bali njundal-njundal dan hampir jatuh.
 Akhirnya hampir sampai, tinggal manjat. Karena Tiwi menakutkan naik motornya akhirnya tukar formasi. Tiwi dibonceng Erwin. Aku dibonceng Aksan. Motor mulai naik pegunungan nan jauh dan tinggi. Kabut mulai terasa dan akhirnya kami sampai sekitar pukul 04.15 WIB di rumah penduduk untuk menitipkan motor. Persiapan mendaki. Weleh-weleh, sandal di letakkan di tas. Kami berdelapan membentuk lingkaran, doa dipimpin oleh Juang. Kemudian kami beranjak mulai menapak tanah licin. Walau waktu itu tidak hujan akan tetapi tanah yang kami pijak lumayan licin. Di kegelapan malam hanya senter Tiwi yang diandalkan sebagai penerang jalan. Rama, Zuhri, Aksan di depan. Depanku Tiwi, belakangku Erwin, Umam, Juang. Mungkin karena aku dan Tiwi perempuan sendiri makanya kami di tengah. Sesekali kaki hampir terpeleset dan hampir jatuh ke belakang karena beban tas yang memang lumayan berat. Sampai akhirnya kami sampai di tanjakan terakhir. Tanjakan batu dengan kemiringan hampir 45 derajat. Karena tak biasa mendaki, nafas terengah-engah dan Tiwi hampir menyerah. Aku tak yakin bisa mendaki batu itu dengan beban berat di tas, akhirnya Erwin menawari untuk tukaran tas. Yeah, kami mulai memanjat tanjakan itu. Tanjakan seperti tebing ketika bermain panjat tebing, hanya kalau panjat tebing dengan bantuan alat, kali ini tidak. Dan hurray kami semua sampai di puncak, disana kami bertemu 3 orang pendaki lain. Gelap, banyak bintang di langit. Aku senang sekali, bisa melihat kota Kebumen dari ketinggian, bisa melihat bintang lebih dekat. Kami menunggu adzan subuh sambil memakan snack yang kami bawa. Pertama kalinya aku mendengar adzan subuh dari atas.
Salah satu handphone bergetar, ternyata Cahya sedang menyusul ke Puncak Pranji, dia marh-marah karena ditinggal kami. Dia berangkat bersama 3 temannya naik motor. Sesampainya di atas mereka memisah dari kami. Setelah adzan subuh,  anak cowok salat bergantian di bawah. Setelah itu, handycam ajeng dipasang untuk merekam sunrise. Karena tidak ada yang membawa kamera lagi dan handycam ajeng tidak bisa untuk foto akhirnya aku dan tiwi selfie dengan hp aksan. Satu persatu diambil gambar saat melihat matahari terbit. Kami juga minta tolong pendaki lain untuk mengambil gambar kami. Pukul 05.30 matahari mulai keluar di dekat gunung, dan yeah itulah sunrise pertama ku di puncak pranji. Karena pukul 07.00 aku harus upacara di alun-alun, kami memutuskan untuk segera kembali ke sekolah sekitar  06.30 WIB. Saat turun Juang sang pecinta alam yang biasa menaklukan Sumbing, dan gunung lainnya akhirnya terpeleset, berhasil mengoyak perut untuk ketawa. Sampai di bawah kami siap-siap ke sekolah. Aku kembali dibonceng Aksan, kami ke sekolah duluan karena aku harus cepat-cepat berganti seragam. Ngebut dengan kecepatan gatau, tepat pukul 07.00 WIB aku dan aksan sampai sekolah. Akhirnya hari itu semua kegiatan berhasil ku lalui. Mulai dari mendaki Pranji, menjadi anggota padus di alun-alun, mengisi acara perpisahan, rapat organisasi, dan latihan paduan suara untuk pergelaran. Inilah aku, ceritaku dan semua kegiatanku. Aku tak merasa lelah, saat orang lain mengatakan lelah. Terkadang aku iri dengan orang-orang yang dicemaskan oleh orang tuanya, tapi aku bahagia karena aku termasuk orang yang dipercaya oleh orang tua. Sampai bertemu dengan cerita pengalamanku yang lain, Bye-bye.

Salam Damai Indonesia,
@cintyadiptap

Komentar

Postingan populer dari blog ini

CONTOH ESAI KEBERSIHAN SEKOLAH

Pengaruh Budaya Bacson-Hoabinh, Dongson dan Sa Hyunh terhadap Perkembangan Budaya Masyarakat Awal Indonesia

Descriptive Text about Hamster