Mimpi dan Masa Depan



Bolehkah Aku Bermimpi?

“Jangan salahkan aku jika aku mengetik kalimat dengan sebutir air mata karena tulisan ini mewakili perasaanku.”
 


Hai. Aku seorang pelajar tingkat akhir di SMA. Hari ini adalah hari terakhir di bulan Desember 2014. Besok sudah 2015. Itu adalah tahun dimana aku harus menempuh Ujian Nasional, daftar Universitas, tahun dimana usiaku menginjak 18 tahun, tahun dimana aku harus menjadi “orang yang sebenarnya”.
Saat teman-teman sudah menentuka cita-cita, akupun sudah. Mulai dari kedokteran, ilmu keperawatan,  ilmu gizi, mikrobiologi, analis kesehatan, tapi sebenarnya aku belum tahu mana yang akan aku ambil. Aku hanya seorang gadis biasa yang bermimpi menjadi orang hebat.
Sebenarnya sejak awal aku ingin masuk kedokteran. Kelihatannya menyenangkan. Bisa menolong orang, bahkan aku memimpikan untuk membangun sebuah klinik gratis bagi masyarakat yang benar-benar tak mampu. Tetapi mimpiku goyah saat seorang teman mengatakan, “kamu yakin?” aku paham maksudnya karena kalau aku memilih kedokteran berarti aku harus bersaing dengan teman itu, sementara aku cukup tau diri, nilaiku tak seberapa. Mimpi itu aku kubur dalam dalam karena aku cukup  sadar diri. Ya, kemudian hatiku terpanggil untuk memilih Universitas Indonesia sebagai tujuanku, awalnya aku memilih ilmu keperawatan dan analis kesehatan, tetapi karena tak mendapat restu dari Ibu, aku memutuskan untuk mengambil Kedokteran Gigi atau Ilmu Gizi UI. Bahkan awal bulan lalu aku sempat goyah ingin masuk Mikrobiologi ITB. Tapi dengan berbagai pertimbangan aku tetap mempertahankan UI. Sampai suatu ketika kakakku yang notebennya seorang mahasiswa Kedokteran UNS. Dia bertanya kepadaku tentang langkahku selanjutnya mau kemana. Dengan penuh keyakinan aku menjawab, Gigi dan Gizi UI. Kalau aku masuk Gigi UI aku berniat bekerjasama dengan dokter dokter gigi untuk membangun klinik, menyadarkan masyarakat bahwa kesehatan gigi dan mulut itu penting. Kalau aku ambil gizi aku akan berusaha untuk cumlaude dan melanjutkan S2 di luar negeri. Bukankah itu rangkaian mimpi yang indah. Akan tetapi kau tau? Saat hatiku menetapkan pilihan ke Kedokteran Gigi UI. Dia berkata kepadaku, “Kenapa kamu ke UI, kenapa gak ke yang lain. Trus mending kamu ambil pilihan pertama Gizi, biar bisa bidikmisi. Aku lebih tau banyak dari kamu, kalo kedokteran kalo gak kuat bisa stress. Boleh bermimpi tapi harus realistis”
Deg! Kalimat itu bagai ratusan jarum yang menusuk. Apakah memilih universitas harus dengan alasan. Pernahkah kau menginginkan sesuatu tanpa alasan? Karena itu tulus dari hati terdalam. Ya apa aku salah menetapkan Kedokteran Gigi sebagai pilihan pertama, rasanya aku ingin meluapkan semua kekesalanku. Aku ingin mengatakan bahwa dulu mbak juga harus berhenti setahun dulu demi Kedokteran, dan mbak juga ambil Kedokteran, apa aku salah punya mimpi seperti itu juga. Semua anak ingin membanggakan orang tuanya, apa dikiranya aku gak iri saat setiap orang di desa atau setiap saudara menanyakan keadaanmu atau membangga banggakan kuliahmu, sementara aku tak pernah ditanya. Siapa yang tak mau membuat orang tua bangga? Aku tahu aku gak sepintar anda, tapi apa aku salah punya mimpi yang sama? Kembali ke kata realistis. Apakah salah mempertahankan sebuah mimpi sekalipun itu memerlukan proses yang lama.
Perdebatan itu hanya menyakitkan hatiku, aku menangis di kamar. Ya, hatiku terlalu rapuh untuk melakukan debat seperti itu.
Tetapi berhari hari aku berpikir, mengambil setiap pelajaran yang dia katakan. Ada benarnya juga, aku memikirkan sesuatu hal. Besok aku menjadi seorang istri. Seseorang pernah berkata kepadaku, “Islam tidak melarang seorang istri bekerja selagi dia tak lupa dengan kewajibannya,” aku berpikir berulang kali, kalau aku menjadi dokter spesialis kanker, setiap hari aku harus ke rumah sakit, menangani pasien kanker, sementara suami di rumah? Padahal dari kitab-kitab yang aku baca mengatakan bahwa seorang istri harus pamit dengan suami ketika keluar rumah. Dan dosa besar jika aku melalaikan suamiku. Bagaimana jika anakku dititipkan ke orang yang salah sehingga dia menjadi anak yang kurang benar? Bertubi-tubi pertanyaan menggelitikku dan akhirnya aku tetap harus memutuskan. Untuk SNMPTN aku mungkin akan memilih Ilmu Gizi sebagai pilihan pertama, dan akan melanjutkan study ke luar negeri pulang mungkin akan mengabdikan diri sebagai dosen, entahlah besok aku akan konsultasi BK dulu. Doakan ya semoga menemukan titik terang. 

Salam Damai Indonesia,
@cintyadiptap


Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

CONTOH ESAI KEBERSIHAN SEKOLAH

Pengaruh Budaya Bacson-Hoabinh, Dongson dan Sa Hyunh terhadap Perkembangan Budaya Masyarakat Awal Indonesia

Descriptive Text about Hamster