CERITA PENGALAMAN
Dibalik Keindahan Kota Pelajar
Sebuah pengalaman berharga kembali terukir
saat pertama kalinya kami satu angkatan kelas X melakukan fieldtrip ke Kota Yogyakarta, sebuah kunjungan ke Universitas Islam
Indonesia.
Ada tiga jurusan yang ditawarkan antara lain: Fakultas
Kedokteran, Fakultas Ekonomi dan Fakultas Teknik. Tanpa pikir panjang kupilih
Fakultas Kedokteran, satu bus bersama anak-anak X.6 yang lain.
Dentang alarm itu membangunkanku, memaksaku mengangkat
tubuh dan mengajakku untuk segera bersiap karena hari ini, fieldtrip dilaksanakan. Berat memang untuk mengangkat tubuh ini,
tapi apalah daya aku harus segera bersiap dan bergegas menuju sekolah. Pagi itu
saat matahari masih menyembunyikan keindahannya, kami berkumpul di sekolah dan
menunggu siswa yang belum berangkat. Sampai akhirnya sebuah pengumuman
menyatukan kami di lapangan. Hening, benar-benar hening. Dalam keheningan kami
mendengarkan pengumuman dari Pak Siswadi. Beliau segera memerintahkan kami
untuk menuju bus masing-masing.
Kulangkahkan kaki ini secepat mungkin bahkan berlari
kecil, berharap mendapatkan tempat duduk yang sesuai keinginan. Senyum
terkembang dari bibir kami, perjalan pertama bersama mereka akhirnya dimulai.
Sang
surya berhasil menampakkan sinar abadinya, menerangi dunia, mencegah awan cumulus
nimbus untuk mendekat dan menahannya menumpahkan rintik hujan. Gelak tawa kami
pecah seketika saat Pak Sopir memutarkan video Just For Laught. Pagi ini alam seakan bersenandung mengiringi
pejalanan kami.
Pukul
08.00 bus kami melaju dikeramaian Kota Yogyakarta. Sebuah kota yang dikenal dengan
sebutan Kota Pelajar, banyak Universitas dan sekolah-sekolah andalan yang
berdiri kokoh di kota ini.
Kami dan
anak-anak Fakultas Ekonomi berkumpul di gedung aula UII, sementara anak-anak
jurusan teknik menuju UMP.
Seorang wanita cantik bernama Nadia Laksita berdiri di
atas podium. Ia adalah mahasiswi semester 3 yang menggantikan dosen yang tidak
bisa hadir saat itu.
Kami berpisah dengan anak-anak ekonomi. Kami berjalan
menuju laboratorium anatomi. Gerimis turun perlahan, kami pun bergegas. Gerimis
bukan suatu penghalang untuk tidak melanjutkan perjalanan ini, sebuah bekal
menuju masa depan. Di dalam laboratorium kami berdesak-desakkan masuk ke sebuah
ruang sempit. Tubuh kecilku menerobos desakan dan membawaku sampai ke bagian
paling depan. Beberapa kotak yang
isinya otak manusia, bagian dalam tubuh manusia. Karena penasaran aku masuk
lebih dalam. Tepat di depanku sebuah bak seperti bak mandi, itu adalah tempat
penyimpanan mayat. Sungguh, betapa kagetnya aku saat harus berhadapan dengan
mayat sedekat itu. Saat bak dibuka, bau formalin menyeruak memenuhi ke seluruh
ruangan. Perlahan air mata membasahi pelipis mataku, kami segera memutuskan untuk keluar, tetapi kami terjebak
selama beberapa menit karena jalan sempit menuju ruangan tersebut dipenuhi
lautan manusia. Perjalanan dilanjutkan mengelingi UII.
Kemudian
dilanjutkan menuju Candi Prambanan. Hampir saja aku dan dua temanku ketinggalan
bus gara-gara ganti baju terlebih dahulu. Gerimis masih mengguyur kota ini,
Sebuah momen berharga berkumpul dan berfoto bersama anak-anak X.6, senyum
terkembang saat kami melakukan berbagai pose untuk sebuah kenangan istimewa.
Hujan
tak kunjung reda. Kami memutuskan untuk naik becak, ya sebuah politik
perbecakan terjadi, bukan menuju Malioboro, tetapi becak melaju menuju suatu
tempat di kompleks Keraton. Perdebatan antara kami dan abang becak terjadi
karena kami memaksa untuk kembali ke Malioboro, tetapi rangkaian kata indah
dari abang becak berhasil menghasut kami untuk tetap ke tempat itu, kami
anak-anak SMA N 1 Kebumen kalah dalam berdebat dengan abang becak. Kekecewaan
terpancar dari wajah kami saat bercerita di bus, ternyata dari keindahan Kota
Yogyakarta, tersembunyi banyak oknum yang tidak bertanggungjawab, mereka membohongi
para penumpang hanya untuk mendapatkan rupiah. Sungguh, sebuah pelajaran
berharga untuk kami.
Malam
itu, mendung mengiringi perjalanan pulang, rintik hujan membuat titik embun di
kaca jendela. Lelah yang begitu mencekam berhasil melumpuhkan mata ini, aku
terlelap dan sampai akhirnya sebuah sentakkan membangunkanku dan menyadarkanku
bahwa kami telah sampai di kota tercinta, Kebumen.
Komentar
Posting Komentar